Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Desa Legokherang, Kecamatan Cilebak, Kabupaten Kuningan

Secara geografis desa Legokherang merupakan sebuah desa yang berada di lereng Gunung Subang dan Gunung Bongkok, pada ketinggian berkisar 450-1210 mdpl. Secara administratif, desa Legokherang berada di Kecamatan Cilebak, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat , Republik Indonesia, dengan kode pos 45585.


Desa ini memiliki lima dusun. Pusat pemerintahan desa berada di Dusun Manis, tepatnya di Alun-alun desa atau biasa disebut dengan Pasalit. Kepala Desa (Kades) pertama desa ini adalah bapak Ankin Jiwa Laksana. Semboyan atau moto desa Legokherang adalah "Sabanda Sariksa" yang berarti harta banda desa adalah hak dan milik kita bersama yang harus dan wajib dijaga, dipelihara, dilestarikan dan dikembangkan secara bersama-sama. Bisa disebut juga "Legokherang Sabanda Sariksa".


GAMBARAN UMUM


BATAS WILAYAH

Batas wilayah desa Legokherang adalah sebagai berikut.

1. Utara (Desa Jalatrang dan Desa Cilebak)

2. Selatan (Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah)

3. Barat (Desa Pamulihan)

4. Timur (Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah)


TOPOGRAFI

Desa Legokherang berada di kaki Gunung Subang dan Gunung Bongkok, di perbatasan Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi Jawa Tengah. Desa ini terletak di ketinggian antara 450-1210 mdpl sehingga topografi dikelilingi pegunungan. Sungai utama di Desa Legokherang adalah Sungai Cihujung, Sungai Cikembangan, Sungai Cikopi dan Sungai Cipeusar. Selain itu, kawasan desa Legokherang cocok untuk bidang agraris seperti tanaman padi, kopi, jeruk, ketimun (bonteng), ubi-ubian, salad berupa (rendeu dan poh-pohan) dan sebagainya.


MAT PENCAHARIAN

Penduduk Desa Legokherang umumnya berprofesi sebagai petani dan pedagang. Biasanya Warga Legokherang berdagang ke Bandung, Ciwaru, Kuningan, Luragung, Rancah, Cirebon, Subang-Kuningan, Jakarta, Bogor dan Bekasi. Penduduknya adalah bersuku Sunda dan beragama Islam.


Suasana ketika Pesta Dadung 2017

PEMBAGIAN WILAYAH

Desa Legokherang memiliki lima wilayah dusun, yakni sebagai berikut.

1. Dusun Kliwon

2. Dusun Manis

3. Dusun Pahing

4. Upah Dusun

5. Dusun Puhun


SEKILAS SEJARAH DESA

Desa Legokherang berasal dari salah satu dusun di Desa Pamulihan, Kecamatan Subang, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat, tepatnya berada di kaki gunung Subang dan gunung Bongkok, dengan ketinggian 691 Mdpl dengan garis 0 Derajat 09,5725 Lintang Selatan dan 108 derajat. Karena wilayah Desa Pamulihan bertambah, maka pada waktu itu warga luas bahwa kampung Legokherang dianggap sudah layak untuk menetapkan desa sendiri dan tidak lagi jadi bagian dari Desa Pamulihan.


Pemandangan Sawah Hilir sampai Sawah Genteng

Setelah mendapatkan kesepakatan pada waktu itu, salah satu calon mengajukan permohonan ke Wadana Luragung, tapi permohonan untuk memisahkan diri tersebut tidak ditolak oleh Wadana karena wilayah Legokherang belum memenuhi syarat untuk menjadi desa. Karena memiliki tekad yang kuat dengan niat tulus, apa pun yang menjadi rintangan, warga pantang mundur, segala cara yang ditempuh agar Legokherang bisa dijadikan desa pemekaran dari Desa Pamulihan.


Karena tokoh warga legokherang bersikukuh dengan permintaanya untuk memisahkan diri, Wadana pun merasa bosan dan kesal terhadap tokoh tersebut, akhirnya Wadana membuat cara agar tokoh tersebut pergi dari hadapannya. Ada pun cara yang dilakukan oleh Wadana tersebut untuk mengusir orang yang mewakili Legokherang tersebut adalah dengan memberikan perintah kepada upasnya untuk merebus air dan mengancam air panas tersebut akan digunakan untuk menyiram tokoh yang masih duduk dan bersikukuh dengan keinginannya, namun sudah pun Wadana memberikan ancaman, tokoh tersebut tidak mau beranjak dari hadapannya.


Setelah tidak mampu mengubah menjadi tokoh-tokoh tersebut, Wadana pikiran untuk memberikan izin pemekaran Desa, karena Wadana mengatakan bahwa orang yang mewakili warga Legokherang tersebut berkeinginan agar kampungnya diizikan untuk memisahkan diri dan akhirnya sebuah desa, hingga meskipun tidak akan disiram dengan air mendidih merasa takut dan tidak beranjak pergi. Dimana pada saat bersamaan ada pula yang mengajukan permohonan agar kampungnya menjadi desa yaitu dari Mandapajaya, namun tokoh perwakilan dari Mandapajaya pada saat diancam akan disiram dengan udara tanpa tahan dan langsung pergi dari hadapan Wadana.


Setelah akhirnya Legokherang mendapatkan izin dari Wadana untuk mendirikan sebuah desa maka berdirilah Desa Legokherang pada (11/08/1842) dan menjadi desa ke 137 di Kabupaten Kuningan, namun sehubungan dengan waktu itu tidak ada warga yang memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai Kepala Desa, karena pada masa itu warganya masih buta huruf, maka meminta bantuan dari Desa Pamulihan dengan memilih orang yang layak untuk dijadikan pemimpin di Desa Legokherang, dan yang terpilih untuk menjadi Kepala Desa pertama di Legokherang bernama Angkin Jiwalaksana. Awalnya Desa legokherang berada di bawah pemerintahan Kecamatan Subang, namun akhir - akhir ini setelah dilakukan pemekaran Kecamatan maka terbentuklah kecamatan Cilebak dan Desa Legokherang berada di bawah pemerintahan Kecamatan Cilebak, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat


SEKILAS SEJARAH

Nama Ankin Jiwa Laksana hingga kini masih menjadi sejarah di masyarakat dan pemerintahan setempat, untuk mengabadikan nama pemimpin pertama di Desa Legokherang tersebut maka namanya digunakan sebagai nama lapangan sepak bola yang ada di desa terpencil ini, dimana lapangan sepak bola Angkin Jiwalaksana ini merupakan lapangan satu - hanya yang dimiliki desa tersebut.


Hingga saat ini Desa Legokherang tumbuh pesat dalam segala bidang, terutama dalam pertanian hal, karena desa ini memiliki tanah yang pinggiran kota dan sebagian besar penduduknya sebagai petani. Hasil dari desa ini yang paling utama adalah padi dan sisa tanaman palawija. Selain itu terkenal dengan hasil pertaniannya Legokherang pun lebih dikenal sebagai penghasil gula aren, karena terdapat banyak penduduk yang memproduksi gula aren di rumahan.


Pada masa awal proklamasi kamerdekaan Republik Indonesia, Pulau Jawa hanya dibagi menjadi 3 bagian, diantaranya sebagai berikut.

Jawa Barat Ibu kota di Bandung

Jawa Tengah Ibu kota di Semarang

Jawa Timur Ibu kota di Surabaya

Seterusnya disebut provinsi, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.


Jawa Barat, ketika itu, dibagi menjadi lima karesidenan, yaitu sebagai berikut.

Karesidenan Banten, dengan ibukotanya Serang

Karesidenan Jakarta, dengan ibukotanya Purwakarta

Karesidenan Bogor, dengan ibukotanya Bogor

Karesidenan Priyangan, dengan ibukotanya Bandung

Karesidenan Cirebon, dengan ibukotanya Cirebon


Propinsi Jawa Barat atau disebut juga tanah Pasundan anu harita wilayahna nu tangtu ditinggali oleh masyarakat yang berbahasa Sunda. Tapi, warga laut Kaler mah heteu ngagunakeun Basa Sunda tapi Basa Jawa, naon sababna?


Ceuk sajarah mah, eta teh dilantarankeun pageuh kaitanana jeung panyerangan Sultan Agung Mataram ka pamarentahan Walanda ngaliwatan jalan darat di sapanjang laut kaler Jawa Barat anu ngakibatkeun loba laskar Sultan Agung anu katinggaleun, saentosna Bitotama teu bisa ka malamna. Karesidenan Cirebon kabagi opat Kabupaten, nyaeta Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, jeung Kabupaten Kuningan. Ari Kabupaten Kuningan diwangun jadi opat kawadanan, nyaeta Kawadanan Kuningan, Kawadanan Ciawigebang, Kawadanan Cilimus, jeung Kawadanan Luragung.


Ari Kawedanan Luragung dibagi menjadi 4 kacamatan, yaitu Kecamatan Luragung, Kecamatan Cibingbin, Kecamatan Ciwaru, dan Kecamatan Subang. Kecamatan Subang dibagi lagi menjadi Delapan desa, yaitu Desa Subang, Desa Gunung Aci, Desa Situgede, Desa Patala, Desa Bungur Beres, Desa Cilebak, Desa Legok Herang, Desa jalatrang, jeung Desa Pamulihan. Desa Subang dibagi menjadi beberapa kampung anu harita mah dipingpin ku kulisi anu diangkat ku kuwu. Kampung-kampungna waktu harita : Kampung Tarikolot, Subang, Kancana,Cjambu, Cililitan, Bojong, Cicapar (Cirahayu), Bugel (Bangunsari) jeung Tangkolo.


Terus aya kamantren cilebak (nu Ayena ges jasi kecamatan Cilebak) anu ngaliputi, Desa Cilebak, Desa Legok Herang, Desa Mandapa Jaya, Desa Jalatrang, Desa Bungurberes, Desa Patala.


FASILITAS

Fasilitas umum seperti Masjid Jami Amaliyah, Alun-Alun Desa/Pasalit (+Lap.Volley Ball), Balai Desa Legokherang (+Lap.Badminton +Ruang Rapat Ankin Jiwa Laksana), Graha Taruna (Balai Karang Taruna), Lapangan Sepak Bola Ankin Jiwa Laksana, dsb.


PEREKONOMIAN

Perekonomian di desa Legokherang di dominasi oleh Pertanian, sehingga Legokherang pantas disebut desa Agraris. Sektor dan rempah-rempah di desa Legokherang merupakan salah satu penghasil terbesar di wilayah pertanian Kabupaten Kuningan bagian Selatan (Cilebak, Ciwaru, Selajambe, Kuningan, Subang, Kuningan, dan sekitarnya) yakni Gula Jawa/Gula Merah/Gula Mendo, Jeruk, poh- pohan dan Reundeu/Salad, dan beberapa makanan khas tradisional seperti Adas, Ranginang/Rengginang, Opak, Simpring/Kicimpring, Apeum, Peuyeum/Tape, Angling, Saroja/Serodja (Kue Bintang), Koescang, Papais, Oncom, Papais Ten, Galendro , Gepeng, Genar, Gerejek/Regejek, Putri Noong, dsb.


SENI BUDAYA DAN PESTA DADUNG

Seni Budaya Adat khas Legokherang. Berikut rinciannya: Pesta Dadung atau disebut juga Pesta budak Angon (anak gembala) adalah sebuah tradisi turun-temurun masyarakat Desa Legokherang, Kecamatan Cilebak, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat, yang biasa digelar setiap tiga tahun sekali. Untuk bisa menyaksikan acara Pesta Dadung ini warga masyarakat setempat rela meninggalkan segala aktivitas yang biasa dilakukan setiap hari, bahkan warga yang sedang merantau pun sengaja menyempatkan diri untuk pulang kampung hanya untuk menyaksikan tradisi ini. Desa Legokherang adalah sebuah Desa terpencil yang letaknya di antara kaki gunung Subang dan gunung Bongkok, dimana kedua gunung ini berada di antara perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah.


Dadung atau tambang raksasa berwarna hitam ini terbuat dari ijuk yang dililit menjadi tambang, tambang ijuk ini merupakan sebuah benda pusaka yang sudah lama dijadikan sebagai simbol dalam setiap acara pesta dadung, meskipun dadung ini bukan benda keramat yang memiliki kekuatan mistis, tapi keberadaanya tetap dijaga dan dirawat sebaik mungkin layaknya benda keramat. Ada juga kolotok (lonceng yang biasa dipasang di leher kerbau) terbuat dari kayu yang dipahat membentuk lonceng, mengapa kerbau dipasang kolotok? Jawabannya adalah agar kerbau dapat diketahui keberadaannya saat di lepas di ladang, karena kerbau biasanya dilepas di rumput rumput, sementara pemilik menunggu di bawah pohon.


Upacara Pesta Dadung merupakan budaya adat yang digelar secara rutin untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Sang Pencipta, terutama atas diberikan nikmat hasil pertanian yang melimpah, dengan harapan hasil tani akan lebih baik dimasa yang akan datang. Disamping itu acara adat pesta dadung ini digelar sebagai upaya pelestarian warisan budaya para leuluhur untuk senantiasa mengingat sejarah desa, sehingga tidak punah ditelan zaman dan akan dikenang setiap saat. Upacara ini merupakan ciri kebudayaan Sunda yang mandiri dimana dalam pelaksanaanya dihadiri banyak warga. Selain sebagai tontonan juga dijadikan tuntunan, karena banyak pesan moral yang disampaikan.


Yang menarik dari Pesta Dadung ini, dimana saat pelaksanaan acara puncak diisi dengan lagu-lagu buhun yang diiringi dengan musik gamelan yang dimainkan oleh nayaga (pemain musik) dan diibingan (ibing = menari atau joged) oleh para budak angon dengan membawa berbagai sarandu (sarandu=sesajen) dan dadung (tambang untuk mengikat kerbau). Sebelumnya dilakukan terlebih dahulu pembacaan do'a oleh sesepuh Desa ( Punduh). Kemudian ibingan pun dimulai oleh pasukan budak angon dengan menarikan dadung atau tali tambang dan di lehernya memakai kolotok serta membawa pecut ( cemeti/cambuk) kemudian diikuti oleh para pejabat desa dan pejabat lainnya, biasanya hadir juga pejabat istimewa yaitu Bupati Kuningan


Kepala Desa Legokherang, Suhendar (alm.), meminta semua warga agar budaya dan Seni Tradisional pesta dadung dijadikan sebagai bagian dari tanggungjawab bersama dalam upaya pelestariannya. “Untuk itu kita harus sauyunan dan bergotong royong menjaga dan melestarikannya agar anak cucu kita nanti tidak kehilangan seni budaya leluhur yang sangat langka ini. Semoga Budaya dan Seni Tradisional Pesta Dadung akan menjadi daya tarik untuk program pariwisata dan kebudayaan Kuningan." tutur pria yang akrab disapa Hendar (alm.).


Kades Legokherang pun menjelaskan bahwa Pesta Dadung ini merupakan wujud rasa syukur warga Desa Legokherang kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas segala kenikmatan yang telah diberikan kepada masyarakat Legokherang, khususnya berkaitan dengan hasil pertanian yang melimpah seperti padi, singkong, pisang, kelapa, jagung, labu dan lain sebagainya.


Adapun rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam acara adat pesta dadung ini adalah menyembelih kerbau, ngadegkeun balandongan(mendirikan panggung hiburan), syukuran bumi, ngajarah dan acara puncak ngibingan dadung. Untuk terselenggaranya kegiatan ini anggarannya diperoleh dari hasil swadaya masyarakat. Acara pesta dadung ini biasanya berlangsung dari pagi sampai malam hari, siang hari untuk upacara adat pesta dadung dan malam hari untuk acara hiburan rakyat yang diisi dengan membawakan lagu - lagu jaipong buhun. Pelestarian budaya adat Pesta Dadung ini dilakukan atas kesadaran masyarakat setempat akan budaya leluhur yang sangat langka dan berharga. Untuk tetap terjaga kelestariannya, selain peran serta masyarakat dibutuhkan pula dukungan dari pemerintah, dimana peran pemerintah pun sangatlah penting dalam upaya pelestarian budaya adat tersebut.


SEKILAS SEJARAH PESTA DADUNG

Pesta dadung asal mulaya dikenalkan ke masyarakat luar desa setelah pemimpin atau kepala desa baru, yitu Bapak Angkin Jiwa Laksana pada tahun 1818. Sebelumnya pesta dadung merupakan sarana bermain anak-anak yang diangkat dan dijadikan kebiasaan masyarakat yang ditampilkan dalam pertunjukkan yang lebih menarik. Pada waktu itu kepala Desa mendatangkan grup seniman sunda salendro dan pelog dari Cirebon ditambah tambang atau daddung. Dadung memiliki panjang kurang lebih 12 meter, tujuannya sebagai perkakas ngibing atau menari dan membawaken lagu yang diiringi gamelan. Ibing atau tarian yang dipake adalah tarian/ibing jalak pengkor (burung jalak pincang) hasil kreasi Bapak Angkin Jiwa Laksana. Sedangkan kawih/tembang untuk mengiringi gamelan menggunakan musik kangsreng atau waledan. Kedua musik ini ciptaan Sunan Gunung Djati atau yang biasa disebut Wali Sanga, oleh karena itu pergelarn pesta dadung mempunyai visi untuk melestarikan kehidupan agraris dan berkembangnya ajaran Islam. Sebab dahulu tersebarnya agama Islam sangat efektif melalui kesenian.


Perubahan dari sebuah permainan anak-anak ini menjadi sebuah tradisi dan pesta yang meriah dan semarak, hanya mengandalkan sektor pertanian dan peternakan yang diolah secara tradisional setelah hasik panen tiba. Dadung artinya tambang, biasanya dibuat dari kulit kayu waru yang memiliki fungsi untuk mengingat kerbau atau sapi. Seperti ritual-ritual lainnya, pesta dadung dilaksanakan satu kali dalam setahun pada musim panen ketiga (musim kemarau) menghadapai musim hujan tiba. Namun dengan perkembangan jaman dan iklim yang tidak menentun, pelaksanaan pesta ini dilaksanakan setiap tanggal 18 Agusutus terkait dengan perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang bertempat di Balai Desa.


Pesta dadung awalnya diiring ku gamelan yang kumplit, namun gamelan tersebut terbakar pada masa DI / TII, selanjutnya diganti dengan dogdog dan gamelan pelog dan salendro. Upacara ini mempunyai tahapan dalam pelaksanaannya, tahpan nya adalah : 1) Kebaktian, 2) Rajah Pamunah (Tulak Allah atau Qulhu Sungsang), 3) Hiburan yaitu tayuban Upacara akan dimulai apabila semua persiapan dan persyaratan semua sudah terpenuhi, persyaratan itu antara lain: pengumpulan dadung sipuh atau dadung pusaka, yaitu dadung yang paling besar (dadung Keramat) serta dadung yang dimiliki oleh penggembala. 


Sesajen yang dibangun tinggi, yaitu parawanten, berbagai sirup atau rujak, serta jajanan pasar. Setelah semua persyaratan dianggap kumplit, acara upacara selanjutnya adalah membakar kemenyan dan membaca mantra, seperti ini mantranya : Alloh kaula pangampura parukuyan rat gumilang aseupna si kendi wulang ka gigir ka para nabi ka handap ka ambu ka rama nu calik tungtung damar kadaharan tungtung kukus sakedap kanu kagungan setelah selesai mebacakan mantra, dadung milik para pengembala diambil oleh para pemilik masing-masing, sedangkan dadung keramat disimpan dalam tampan yang dibawa oleh ronggeng (penari perempuan) sambil menari. Dadung tersebut selanjutnya diberikan kepada kepala desa serta diserahterimakan kepada Raksabumi untuk diberikan kepada kepala upacara.


Gulungan dadung kemudian dibuka, satu ujung dadung dipegang sama kepala upacara dan satu lagi dipegang sama ketua RT. Selanjutnya kepala ucapara (pembawa upacra) membacakan rajah pamunah, yang membaca tulak Allah, setelah itu, dadung ditarik sama kepala desa dan aparat yang lainnya serta ronggeng dalam tembang renggong buyut, setelah selesai dadung disimpan kemudian acara dilanjutkan dengan tayuban, ronggengna yaitu penggembalaan serta masyarakat yang hadir dalam upacar tersebut, mereka menari sampai pagi-pagi sampai jam 04.00 WIB.


Falsafah dari upacara upacara dadung yaitu upacara dadung merupakan kesenian tradisional Masyarakat Kabupaten Kuningan yang masih menjungjung tinggi nilai budaya leluhur dari tahun ke tahun. Nilai yang dalam tradisi ini salah satunya nilai reliji, dimana tradisi ini dimulai dari kebiasaan pengembala dan petani yang menjadi media mengungkapkan rasa syukur, karena dadung pada waktu itu dipakai untuk mengikat kerbau atau sapi untuk membajak sawah. Selain itu pesta dadung merupakan media untuk penyebaran agama islam di kabupaten kuningan, karena pada waktu itu pertama kali ajaran islam masuk ke kabupaten kuningan pesta dadung sudah menjadi pertungjukan dan hiburan masyaraktnya yang dimanfaatkan oleh Sunan Gunung Djati untuk menyebarkan agama Islam

Posting Komentar untuk "Desa Legokherang, Kecamatan Cilebak, Kabupaten Kuningan"